Karya Guru

Mengalah dan Memilih

Mengalah dan Memilih

By: Dian Tri Artika

Email: diantriartika12@gmail.com

 

 

Halo Bu? Ada apa? "terdengar suara suamiku di ujung telepon. "Agam demam Yah, muntah-muntah" jawabku dengan suara menahan tangis. Sore itu aku menelpon suamiku yang sedang pergi ke acara pernikahan keluarga di luar kota, jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal kami sampai harus menginap di rumah saudara sedangkan posisiku saat itu sudah berada di IGD sebuah rumah sakit.

Rumah sakit sudah menjadi tempat langganan inap bagiku dan suami, karena anak pertama kami sering menginap di sana. Agam selain berkebutuhan khusus juga mempunyai fisik yang sangat lemah, dia sering sakit dan harus dirawat inap, karena seringnya menginap di rumah sakit itu membuat dokter dan para perawatnya sampai hafal kepada kami.

Selain fisiknya yang lemah misalnya seperti tidak tahan dingin, tidak bisa terkena hujan, tidak bisa makan dan  minum jajanan sembarangan, tidak bisa makan buah-buahan terlalu banyak, dan mudah masuk angin. Agam juga tidak bisa jauh dari Ayahnya. Setiap di tinggal pergi Ayahnya dalam waktu lebih dari 1 hari biasanya dia akan sakit, dan saat ini sakitnya lumayan mengkhawatirkan sehingga terpaksa harus dibawa ke rumah sakit untuk dirawat inap.

Satu tantangan berat dalam merawat Agam adalah dengan keterbatasan komunikasinya, Agam selalu tidak menjawab ataupun merespon apa yang kami tanyakan saat dia sakit, sehingga kami tidak tahu sakit apa yang dia rasakan, apakah sakit perut, sakit gigi atau sakit lainnya. Kondisi itu selalu membuat bingung, sehingga jalan keluarnya adalah harus ke rumah sakit dan melakukan tes darah di laboraturium supaya tidak salah memberikan obat.

Sampai suatu hari aku dan suami bersepakat memutuskan bahwa suami harus stand by 24 jam menemani Agam demi kesehatannya. Dia rela berhenti bekerja sebagai petani pohon karet dan membiarkan kebun karet kami disadap getahnya oleh orang lain. Hal itu sudah diputuskan kurang lebih semenjak 4 tahun yang lalu saat Agam berusia 6 tahun. Memang berat sekali rasanya tapi keputusan ini harus diambil, karena Agam butuh perhatian khusus dari Ayahnya, tidak seperti anak-anak pada umumnya yang sudah bisa mandiri diusianya.

Banyak pertimbangan yang kami pikirkan dengan keputusan itu, selain harus menjaga Agam, suamiku juga harus mengantar Agam terapi dan bersekolah di sekolah luar biasa atau SLB di kota Prabumulih. Jaraknya dari rumahku kurang lebih 45 menit untuk sampai ke sekolah itu dengan mengendarai mobil. Aku tidak bisa mengendarai mobil, sehingga suamiku yang melakukan tugas tersebut. Kenapa harus memakai mobil? Tidak cukup memakai motor saja? Karena fisik Agam tidak tahan jika naik motor terlalu lama dan jauh, dia akan masuk angin dan sakit. Dia memang anak yang istimewa sehingga harus diperlakukan secara special.

Pertimbangan berikutnya, kenapa harus suami yang menjaga Agam bukan aku ibunya karena di saat Agam tantrum atau suka mengamuk tanpa sebab yang jelas, aku terkadang tidak mampu mengendalikannya. Agam sudah semakin besar dan tenaganya juga semakin kuat, aku terkadang cukup kewalahan menanganinya ketika tantrum sehingga Ayahnya yang harus mengatasinya.

Dengan berbagai faktor tersebut maka kami memutuskan bahwa suami yang harus menjaga Agam 24 jam dan aku yang akan tetap bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMK Negeri di desaku. Suamiku seseorang yang sangat pengertian, dia rela mengalah dan menghabiskan waktunya hanya untuk menemani serta menjaga Agam, dan membebaskanku untuk tetap berkarir.

Tidak hanya memikirkan egonya sendiri, dia pernah berkata seperti ini kepadaku "orang tuamu sudah susah dan mengeluarkan banyak biaya untuk menyekolahkanmu sampai sarjana, aku tidak mau membuat orang tuamu kecewa dan sedih dengan menyuruhmu berhenti bekerja menjadi guru jadi biarlah aku yang mengalah demi kebaikan semuanya".

Menetes air mataku jika mengingat itu, karena tugas menjaga anak berkebutuhan khusus bukanlah suatu hal yang mudah. Pikiran, tenaga dan mental harus kuat setiap saat. Selain itu suamiku juga tidak pernah bisa menghadiri setiap undangan acara apapun karena sangat berat meninggalkan Agam. Hidupnya sudah didedikasikan untuk Agam. Tidak ada lagi waktu luang sekedar bergaul dengan teman-temannya seperti dulu.

Bersyukur sekali aku memiliki suami yang sangat sayang dengan keluarga serta bertanggung jawab.  Selain menjaga Agam, dia juga selalu membantu pekerjaan rumah tangga. Seperti membersihkan rumah, mencuci baju, memasak dan lain-lain. Setiap pagi sampai siang aku pergi ke sekolah untuk bekerja jadi terkadang ada pekerjaan rumah yang tak bisa aku kerjakan sendiri.

Kemudian bagaimana dengan biaya hidup kami setelah suamiku tidak bekerja? Pertanyaan itu pasti muncul dipikiran kalian. Otomatis penghasilan kamipun berkurang, biasanya hasil karet dari kebun yang didapat full, tapi sekarang harus dibagi dua dengan orang yang bekerja menyadapnya. Alhamdulillahnya kami punya kebun karet pemberian orang tua yang lebih dari cukup dan sedikit ada yang kami beli dengan uang tabungan.

Banyak kebutuhan yang harus tetap dipenuhi, seperti biaya terapi dan sekolah Agam yang cukup mahal, kebutuhan pokok bulanan serta kebetulan saat itu ada angsuran kreditan mobil juga. Terkadang takut rasanya membayangkan nasib keuangan rumah tangga, tapi kami jalani saja seperti air yang mengalir.

Ada saatnya uang di dompet habis tanpa sisa dan harus pinjam uang lainnya. Tapi ada saatnya juga tiba-tiba uang datang tanpa disangka-sangka.

Kami hanya memegang teguh satu keyakinan bahwa Allah sudah mengatur semua rezeki hambanya, selama hambanya selalu berusaha maka Allah akan memberikan rezeki dari manapun itu jalannya. Keyakinannya adalah kami hidup untuk merawat anak titipan Allah ini, dan berusaha bekerja semaksimal mungkin sesuai kemampuan sehingga yakin bahwa ada saja nanti rezeki yang diberikan oleh Allah. Memang jarang aku punya uang lebih tapi alhamdulillah selalu cukup jika digunakan dengan bijaksana.

Mengapa dalam situasi ini kami masih sempat dan berani untuk mengkredit sebuah mobil? Jawabannya karena hal itu sangat dibutuhkan, seperti yang sudah aku jelaskan bahwa Agam tidak bisa terlalu lama naik motor. Maka aku dan suami bertekad mengkredit sebuah mobil yang cukup sederhana, dengan modal DP semua uang tabungan dan alhamdulillah ditambah lagi uang pemberian orang tua, sehingga angsurannya tidak terlalu tinggi.

Sebelum mempunyai mobil sendiri kami sering meminjam mobil orang tua, baik orang tua kandungku ataupun mertua. Bertahun-tahun selalu pinjam sehingga lama-lama ada rasa tak enak di dalam hati. Itulah yang membuat kami bertekad harus punya mobil sendiri. Walaupun aku tahu bahwa sebenarnya orang tua tidak mempermasalahkan hal itu tapi kami punya saudara yang harus dijaga perasaannya.

Alhamdulillah memang hidup kami sekeluarga masih selalu dibantu oleh orang tua, baik orang tua kandungku maupun mertua. Mereka sangat perhatian dan sayang kepada anak-anak serta cucu-cucunya. Itulah orang tua, walapun anaknya sudah besar dan berumah tangga sendiri tetapi mereka selalu memikirkan kehidupan anak-anaknya. Kasih sayang orang tua sepanjang masa, ungkapan itu memang benar adanya.

Selain dihadapkan dengan masalah biaya, memiliki anak berkebutuhan khusus juga sangat menguras mental orang tuanya. Menghadapi pandangan orang lain yang suka seenaknya saja membuat kesimpulan, terkadang dengan mudahnya membuat pernyataan dan berlakon seperti guru.

Padahal mereka belum pernah merasakan hidup yang sedang kami jalani, apakah mereka mampu jika harus punya anak berkebutuhan khusus? Jawabannya belum tentu mampu karena mereka belum pernah mengalaminya.

Aku hanya ingin sedikit berpesan kepada masyarakat umumnya, janganlah pernah membicarakan hal jelek tentang anak berkebutuhan khusus juga orang tuanya, karena mereka tidak bisa memilih untuk punya anak yang cerdas seperti anak-anak pada umumnya. Allah telah memilih dia untuk dititipi anak yang istimewa. Sudah cukup beban itu dipikulnya, sehingga janganlah tambahi beban itu dengan pandangan sebelah mata.

Mengapa aku membahas hal ini karena aku sudah banyak merasakan bagaimana harus menghadapi berbagai macam pertanyaan dari banyak orang mengenai anakku yang ABK. Tak jarang pula terkadang orang-orang tidak memahami kondisinya, dan menyamakan posisi anakku seperti anak-anak umumnya. Jika sudah lelah menjelaskan, aku sering ambil jalan mudah dan pintas dengan cukup diam serta menjawab sekedarnya saja. Karena terkadang walapun sudah dijelaskan panjang lebar belum tentu mereka mau mengerti.

Tidak mudah menjalani hidup sebagai orang tua dari anak berkebutuhan khusus. Selain menghadapi biaya hidup yang cukup mahal, tenaga dan pikiran yang terkuras, padangan sebelah mata masyarakat ada satu hal lagi yang sangat menyakitkan. Hal tersebut adalah saat memikirkan bagaimana nanti masa depan anak istimewaku ini? Akan jadi seperti apa dia nanti jika sudah dewasa? Siapakah nanti yang akan menjaganya saat aku dan suamiku sudah tidak ada di dunia ini? Sesak sekali dada ini jika pertanyaan-pertanyaan itu terlintas dipikranku.

Di saat itu terjadi aku hanya bisa berdoa dan berserah diri. Allah telah menjamin hidup semua umatnya, maka hidup Agampun telah dijamin oleh Allah. Teman terbaik saat seperti ini adalah doa dan Tuhan. Yang terpenting adalah aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merawat Agam, masalah hasilnya aku serahkan seutuhnya kepada Allah.

Satu hal yang selalu aku tanamkan di dalam hati ini bahwa aku tidak pernah menyesal mempunyai anak berkebutuhan khusus, karena banyak hikmah dan pelajaran hidup yang aku dapatkan dari Agam yang belum tentu orang lain bisa dapatkan. Salah satunya adalah aku menjadi orang yang lebih fleksibel dalam memandang suatu masalah, aku selalu memandang suatu hal tidak hanya dari sudut pandangku saja tetapi dari sudut pandang orang lain juga. Aku lebih bisa memaklumi sifat orang-orang di sekitarku.

Selain itu aku juga lebih mudah memahami dan memaklumi kelemahan serta kekurangan seseorang, karena memang setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut membuat aku lebih mudah untuk melakukan komunikasi dengan siapa saja. Selain itu aku juga menjadi lebih peka terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitarku khususnya terhadap murid-murid di sekolah.

Dengan mempunyai anak yang berkebutuhan khusus aku menjadi lebih sayang dengan murid-murid di sekolah karena mereka adalah anak-anak yang sempurna. Anak yang sehat, cerdas serta mudah untuk diajak berkomunikasi. Agam yang berkebutuhan khusus saja aku perjuangkan masa depannya dengan terapi dan sekolah di SLB. Maka anak-anakku yang sempurna di sekolah juga harus cerah masa depannya, jangan sampai mereka menyia-nyiakan hidup mereka.

Selain menjadi mudah untuk bersyukur, senang membantu orang lain juga menjadi salah satu hikmah dalam mempunyai Agam. Kembali dengan keadaan Agam di rumah sakit yang sudah dipasang selang infus dipergelangan tangannya yang kecil. Ini kali pertama aku membawa Agam ke rumah sakit tanpa ada suami di sampingku. Hati ini rasanya campur aduk, berharap supaya dia bisa cepat pulang dan menemani kami.

Hubungan rumah tangga kami memang terbilang cukup harmonis, aku dan suami pernah berdiskusi tetang hal apa yang akan membuat kami bahagia dengan beban tanggung jawab merawat anak kebutuhan khusus ini. Maka di akhir diskusi kami menyimpulkan satu hal yang akan membuat kami bahagia dalam menghadapi ini adalah bahwa hubungan kami berdua harus harmonis dalam kondisi apapun, maka kami menjaga komitmen itu sampai sekarang.

Kami bersepakat cukup masalah Agam saja yang harus kami pikirkan dalam hidup ini karena memang masalah itu sudah tidak bisa dihindari lagi, sehingga jangan ditambahi lagi dengan masalah-masalah yang muncul dari diri pribadi kami masing-masing. Hal itu membuat kami menjadi lebih saling mengerti serta memahami kondisi masing-masing, mungkin ini juga salah satu hikmah dalam memiliki Agam. Bisa dikatakan kami menjadi lebih bijaksana dalam menjalani hidup ini setelah memiliki anak berkebutuhan khusus.

Menurut pengalaman pribadiku dengan memiliki anak berkebutuhan khusus tidak hanya kesusahan saja yang aku rasakan, tetapi ada banyak hal-hal positif juga yang didapatkan. Aku menjadi pribadi yang mudah sekali untuk bersyukur walaupun itu hanya hal-hal yang sederhana, menjadi lebih peduli dan peka terhadap orang lain, menjadi lebih sabar dan tenang saat menghadapi suatu masalah. Jadi situasi ini telah menempaku menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.

Itulah sepenggal pengalaman berharga yang aku rasakan dengan memiliki anak berkebutuhan khusus. Aku ingin menyampaikan kepada para orang tua yang memiliki anak sama sepertiku bahwa kita adalah orang-orang pilihan yang telah dipercaya oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat anak-anak istimewa ini. Jangan pernah menyerah ataupun berkecil hati. Ini adalah tugas mulia yang harus kita laksanakan dengan sepenuh hati.

Yakinlah bahwa di balik semua ini, Tuhan telah menyiapkan banyak hikmah dan pelajaran hidup yang akan kita dapatkan. Dimana hal itu belum tentu bisa didapatkan oleh orang lain. Kita sedang ditempa Tuhan supaya menjadi manusia yang lebih baik lagi. Selalu berbahagia dan bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Jangan pernah kecewa ataupun meyalahkan diri sendiri karena hidup ini sudah diatur dan kita hanya tinggal menjalani dengan versi terbaik kita masing-masing.

Terima kasih banyak aku sampaikan kepada suamiku tercinta yang telah menjadi guru terhebat bagiku dan anak-anak, aku berharap kita akan selalu bahagia dan bersama baik di dunia dan akhirat. Terima kasih juga kepada kedua orang tuaku serta kedua mertuaku yang selalu mendukung dan membantu kami dalam menjalani hidup ini, selalu siap pasang badan di saat kesusahan. Kami selalu berdoa supaya kalian bahagia di dunia dan akhirat.

Yang paling utama terima kasih aku sampaikan kepada Tuhanku Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan dalam hidup kami. Tak lupa juga aku sampaikan terima kasih kepada putra kami Agam, kehadiranmu telah memberikan ibu dan ayah banyak pelajaran hidup. Maafkan ibu karena masih banyak kekurangan dalam menjaga dan merawatmu. Bahagialah Nak, nikmatilah hidup ini sesuai dengan versimu. Ibu akan selalu belajar untuk memahamimu.

Agam jangan pernah takut untuk melangkahkan kaki di dunia ini karena ada Allah yang menjagamu, ayah dan ibu juga akan selalu menenamimu sampai hembusan nafas terakhir. Kami akan selalu berjuang tanpa lelah demi kebahagianmu Nak. Maka langkahkanlah kakimu dengan ceria dan nikmatilah dunia ini. Kebahagian terbesar ayah dan ibu adalah melihat tawa serta senyumanmu.